Secara psikologis manusia terdiri dari 2 aspek yang saling berhubungan satu sama lain yaitu jasmani dan rohani. Jasmani bersifat material artinya berbentuk dan berwujud. Oleh karena itu ia dapat dilihat dengan mata telanjang. Misalnya tubuh kita beserta bagian-bagiannya. Sedangkan rohani bersifat non material. Artinya ia tidak berbentuk dan berwujud tetapi kegiatan rohani tersebut tetap dapat diidentifikasi, dianalisa bahkan digeneralisasi. Misalnya perasaan sedih, gembira bahkan marah. Meskipun secara lahiriah kita tidak dapat menerangkan keadaan sedih dan gembira itu seperti apa, tetapi kita masih dapat menangkap sinyal yang ditimbulkannya. Misalnya perasaan sedih diekspresikan melalui raut wajah yang suram dan sebagainya.وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُوا وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ(132) Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
[QS. al-An'aam (6): 132]
Lain lagi ceritanya bila manusia dipandang dari sudut ilmu filsafat. Dalam sebuah bukunya yang berjudul “Ihya Ulumuddin”, secara filosofiis Imam Al-Ghazali membagi manusia dalam 4 kategori yaitu :
1. Dia tahu dan Tahu Bahwa Dirinya Tahu,
2. Dia tahu Tetapi Tidak Tahu Bahwa Dirinya Tahu,
3. Dia tidak tahu, tetapi tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu dan
4. Dia tidak tahu dan tahu bahwa dirinya tidak tahu.
Masing-masing kategori tersebut membawa konsekwensi yang berbeda pula.
1. Dia tahu dan Tahu Bahwa Dirinya Tahu
Itulah yang disebut orang bijak. Dia tidak sekedar mengetahui apa yang diketahui tetapi dia sangat sadar untuk apa dia berbuat demikian. Sayangnya orang dengan kriteria seperti ini jumlahnya sangat sedikit sekali. Siapakah mereka? Mereka tidak lain adalah para Nabi dan Rasul, Pewaris Nabi, Alim Ulama termasuk Wali serta para pencari kebenaran dalam hal ini filsuf. Mereka tidak hanya pandai berkata tetapi pandai pula berbuat. Pendek kata ada keselarasan antara apa yang diketahui dengan apa yang diperbuat. Oleh karena itu dia dapat dipercaya. Orang seperti ini patut diteladani baik kata maupun perbuatannya.
2. Dia tahu Tetapi Tidak Tahu Bahwa Dirinya Tahu
Itulah orang yang sedang lupa. Mengapa sampai demikian? Karena dia salah menggunakan wewenang dan ilmunya. Orang dengan kriteria seperti ini jumlahnya sangat banyak. Siapakah mereka? Yaitu para pemimpin, pejabat bahkan ilmuwan juga tidak ketinggalan para politisi. Mereka bukan berarti tidak mengetahui bahwa perbuatannya salah, tetapi karena godaan tertentu, mereka akhirnya terjerumus ke dunia hitam (kemaksiatan). Oleh karenanya mereka (pelupa) perlu diingatkan terus menerus agar kembali ke jalan yang benar.
3. Dia Tidak Tahu, Tetapi Tidak Tahu Bahwa Dirinya Tidak Tahu
Itulah orang sombong. Orang semacam ini jumlahnya juga sangat banyak bahkan jumlahnya melebihi jumlah kategori manusia kedua. Mereka umumnya berilmu sedikit tetapi berlagak pandai. Sehingga tidak heran orang semacam ini sukanya pamer dan pandai bertopeng – bak katak dalam tempurung. Orang semacam ini berbahaya. Oleh karenanya mereka tidak patut dijadikan teman apalagi pemimpin organisasi atau negara. Bisa-bisa Anda tertular virus kesombongannya.
4. Dia Tidak Tahu dan Tahu Bahwa Dirinya Tidak Tahu
Itulah orang pandir atau bodoh. Orang dengan kriteria seperti ini jumlahnya tidak sedikit. Mereka umumnya disebut orang awam atau kebanyakan. Tetapi masih ada harapan untuk diajak maju. Hanya kesempatan saja yang belum mereka peroleh. Oleh karena itu mereka perlu dibantu agar dapat hidup lebih layak.
Dari keempat kategori manusia di atas, kiranya dapat dijadikan barometer makmur tidaknya suatu bangsa. Jika mayoritas penduduk suatu bangsa atau pemimpin suatu Organisasi berada pada posisi kategori 1 dan 2, maka dapat dipastikan bangsa atau organisasi tersebut makmur. Tetapi sebaliknya jika mayoritas manusia tersebut berada pada posisi 3 dan 4, maka jelas bangsa atau organisasi tersebut mengalami keterbelakangan yang sangat akut. Pertanyaannya sekarang adalah ada di kategori manakah bangsa kita, Indonesia tercinta ini? Apakah ada di kategori yang pertama, kedua, ketiga atau keempat? Jawabnya berpulang pada diri kita masing-masing.
0 komentar: