Ibrah dari SANG PENCERAH
Friday, November 05, 2010 | Author:


Oleh: Drs. H. Syamsun Aly, MA.

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
[QS Ali Imran (3): 104]
Ada suasana baru dalam menyambut Idul fithri tahun ini, karena sejak 1 Syawal 1431 lalu dimeriahkan oleh film “Sang Pencerah” yang diputar serentak di seluruh wilayah nusantara, khususnya di kota-kota besar. Film religi yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo itu, mendapat sambutan masyarakat yang luar biasa. Sehingga untuk dapat menyaksikannya membutuhkan antrian panjang. Bahkan untuk dapat nonton bareng, pihak sekolah/lembaga harus booking beberapa hari sebelumnya.

Setelah menonton film tersebut, kita dapat mengambil ibrah, pelajaran yang sangat berharga. Yakni kisah perjalanan da’wah tokoh muda umur 21 tahun bernama Muhammad Darwis, saat memberikan pencerahan kepada masyarakat sekitarnya, perihal cara memahami dan mengamalkan ajaran Islam yang benar, sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad saw.

Meskipun apa yang difahami dan didakwahkan oleh tokoh muda yang setelah naik haji, berganti nama K.H. Ahmad Dahlan itu, mendapat reaksi keras, baik dari para tokoh Islam maupun masyarakatnya. Dicaci maki, dikatakan kyai kafir dan bahkan dirobohkan Langgarnya, tempat untuk ibadah dan mengajarkan ilmu pada para santrinya. Namun Kyai bersama istrinya Nyai Walidah yang shalihah dan setia, tetap sabar dan bertekad untuk mendirikan kembali langgar kesayangan yang sudah dirusak dan dirobohkan massa dengan bringas dan membabi buta.

Tidak terlalu lama, santri dan pendukungnya terus bertambah, sehingga berhasil mendirikan perkumpulan/organisasi Islam modern bernama Muhammadiyah, seperti kita saksikan selama ini. Bahkan terus berkembang sampai ke luar negeri, dan bertahan hidup hingga usia 100 tahun lebih.

GAGASAN & POLA DAKWAH YANG BEDA.
Andai ajaran Islam yang difahami dan diajarkan oleh K.H. Ahmad Dahlan, sama dengan yang difahami dan diamalkan oleh ulama’ dan masyarakat saat itu. Tentu dakwahnya tidak akan mendapat perlawanan yang sangat keras, tetapi nama Kyai Ahmad Dahlan juga tidak akan pernah muncul sebagai tokoh besar di Indonesia. Gagasan dan pola dakwah yang beda itu antara lain adalah:

  1. Ajaran Islam yang ada saat itu masih banyak bercampur keyakinan selain Islam. Di samping menyembah dan memohon kepada Allah swt, mereka juga masih menyembah dan memohon kepada lainnya. Seperti memberikan sesaji kepada yang mbau rekso pohon besar, segoro kidul, gunung, kuburan dan sebagainya, agar diberi keselamatan dan keberkahan dalam hidupnya. Padahal itu merupakan perbuatan syirik, dosa paling besar yang bisa merusak keimanan, menghapus semua amal ibadah dan kebaikan (simak QS 6:88 dan QS.39:65), serta tidak diampuni oleh Allah swt. jika mati dalam keadaan musyrik (simak QS 4 :116).

    Oleh Kyai Ahmad Dahlan kemudian diluruskan menuju keyakinan tauhid, yakni menyembah dan memohon hanya kepada Allah semata. Dan itu sama dengan ikrar setiap muslim ketika membaca surat Al-Fatihah dalam shalat “hanya kepada Engkau (ya Allah) kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan”.
  2. Ajaran Islam yang ada saat itu masih bercampur dengan ajaran dan tradisi yang bertentangan dengan Islam. Namun sudah diyakini masyarakat sebagi kebenaran yang tidak boleh diganggu gugat lagi.

    Oleh Kyai Dahlan dipisahkan, mana yang ajaran Islam dan mana tradisi yang menyesatkan, sehingga tidak campur aduk antara yang haq (Islam) dengan yang bathil (non Islam). Sebab itu dilarang oleh Allah dalam QS. 2 / al-Baqarah : 42.
  3. Pemahaman ajaran Islam yang kurang tepat, sehingga praktik agama Islam tidak menyejukkan, menyusahkan, berlebihan dan mengganggu lingkungan sekitar.

    Oleh Kyai Dahlan dicerahkan, bahwa Islam itu membawa perdamaian. Islam itu mudah dan menyenangkan. Islam itu mengajarkan hidup hemat dan menghormati lingkungan. Dan Islam itu membawa rahmat bagi seluruh alam.
  4. Arah kiblat dalam shalat saat itu umumnya menghadap ke Barat (Afrika), padahal seharusnya adalah ke Masjidil Haram/Ka’bah di Mekkah. Oleh karena itu K.H. Ahmad Dahlan berjuang untuk membetulkannya pada arah agak nyerong ke barat laut 23 derajat. Klimaksnya dia dijuluki kyai kafir dan langgarnya dirusak serta dirobohkan massa.
  5. Dan masih banyak lagi gagasan cemerlang lainnya. Untuk itu saksikan langsung film Sang Pencerah bersama keluarga, tetangga dan teman-teman dekat anda, mumpung jadwal tayangnya masih ada.


Yang penting usai menyaksikan, apa sikap dan langkah kita ke depan, jika kita mengaku sebagai generasi penerus kyai Ahmad Dahlan.
This entry was posted on Friday, November 05, 2010 and is filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: