Penulis : Drs H. Choirul Amin
Pemerhati masalah pendidikan, sosial kota Surabaya
Membangun kesadaran ber-agama untuk menjadi rahmat bagi alam semesta merupakan konsekwensi logis yang tidak bisa dipisahkan dalam pelaksanaan ritual ajaran agama, sehingga keduanya berjalan beriringan. Kesadaran untuk memahami aspek sosial dan spiritual sebagai satu kesatuan dalam menjalankan aktivitas kehidupan akan mampu melahirkan pribadi yang memiliki kepedulian untuk konsisten dengan kemuliaan.
Sebagaimana perjalanan perjuangan para Nabi utusan-Nya yang membawa perbaikan peradaban setelah menyaksikan fenomena kehidupan dimana norma-norma dijungkir balikkan, kekerasan dan penindasan diprioritaskan, nilai-nilai kemanusiaan bertabiat binatang, sehingga mereka yang lemah terus dihina, sedang yang kuat mendapat sanjungan, perlindungan sekaligus pembagian asset diperuntukkan pada kroninya. Konsistensi para Nabi dalam membawa risalah ketauhidan dan kemanusiaan mampu meruntuhkan egoisme dan keserakahan, maka prestasi membangun kesadaran harus terus dilakukan lebih-lebih seringkali kita saksikan fenomena kehidupan yang menjauhi semangat kenabian. Misi profetik para Nabi yang utama adalah pembebasan, yakni pembebasan manusia dari segala bentuk ketertindasan, dan Nabi adalah seorang pembebas dari belenggu yang menjerat kehidupannya.
Profetik berasal dari bahasa inggris prophetical yang mempunyai makna Kenabian atau sifat yang ada dalam diri seorang nabi. Yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing masyarakat ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan.
Profetik sebagai suatu kesadaran yang pernah dipopulerkan oleh Muhammad Iqbal seorang filosof dan penyair asal Pakistan, yakni kesadaran profetik yang menggarisbawahi pentingnya seorang muslim untuk tidak larut dalam pengalaman keagamaan yang sifatnya personal dan hilang dalam kefanaan, namun pengalaman mistik perjumpaan dengan Tuhan itu diteruskan ke bumi untuk melakukan perubahan social, budaya, politik dan ekonomi dan intelektual manusia. Prof.Dr. Kuntowijoyo yang menggagas Ilmu Sosial Profetik (ISP) sebagai upaya mengintegrasikan antara ilmu-ilmu social dan nilai-nilai transcendental. , ilmu sosial tidak boleh berpuas diri dalam usaha untuk menjelaskan atau memahami realitas dan kemudian memaafkannya begitu saja tapi lebih dari itu, ilmu sosial harus juga mengemban tugas transformasi menuju cita-cita yang diidealkan masyarakatnya. Ia kemudian merumuskan tiga nilai dasar sebagai pijakan ilmu sosial profetik, yaitu: humanisasi, liberasi dan transendensi.
Kesadaran diri bukanlah produk dari rekayasa dan manipulasi tetapi terlahir dari buah ketulusan sehingga kesadarannya mampu mengkualitaskan diri untuk secara konsisten mengembangkan misi profetik. Ruang kesadaran profetik mencakup seluruh dimensi kehidupan sehingga termotivasi dalam mengemban tugas kemuliaan, focus pada tujuan yang telah ditetapkan, dan tidak mudah dibelokkan oleh nafsu kerendahan, serta amanah dalam menjalankan tugas yang diemban.
Kesadaran diri adalah suatu kondisi bahwa kita bisa memahami akan keberadaan diri kita sendiri, mengenali perasaan diri. Secara ekstrem, kesadaran diri bisa dibedakan menjadi dua, yakni kesadaran diri publik dan kesadaran diri pribadi. Orang yang memiliki kesadaran diri publik berperilaku mengarah keluar dirinya. Artinya, tindakan-tindakannya dilakukan dengan harapan agar diketahui orang lain. Orang dengan kesadaran publik tinggi cenderung selalu berusaha untuk melakukan penyesuaian diri dengan norma masyarakat. Dirinya tidak nyaman jika berbeda dengan orang lain.
Orang dengan kesadaran diri pribadi tinggi berkebalikan dengan kesadaran diri publik. Tindakannya mengikuti standar dirinya sendiri. Mereka tidak peduli norma sosial. Mereka nyaman-nyaman saja berbeda dengan orang lain. Bahkan tidak jarang mereka ingin tampil beda. Mereka-mereka yang mengikuti berbagai kegiatan yang tidak lazim dan aneh termasuk orang-orang yang memiliki kesadaran diri pribadi yang tinggi.
Misi kenabian untuk memberikan rahmat bagi seluruh alam hendaknya bisa menjadi kesadaran profetik bagi kita semua, karena ada banyak peran dakwah yang bisa dilakukan lebih-lebih memperhatikan fenomena kehidupan yang cenderung menghilangkan kesadaran diri untuk digantikan dengan berbagai model kerendahan yang tidak sepatutnya ditampilkan, seperti : kriminalitas, kerendahan moralitas dan sejenisnya.
Kesadaran profetik menjadikan berbagai bentuk kehinaan menjadi mulia, menghancurkan berbagai bentuk keserakahan menjadi penderma, serta meningkatkan derajat pada kemuliaan. Kesadaran profetik seperti tugas para Nabi yang senantiasa memberikan pelayanan yang terbaik meski mendapat penolakan yang menyakitkan, tetapi dengan ketulusan dalam pelayanan akan mampu mencerahkan.
Seringkali kita menempatkan diri menjadi orang yang selalu minta dilayani, diberikan fasilitas yang memadai bahkan berbagai assetpun telah dikuasai dalam rangka menyempurnakan keinginannya, sehingga kondisi ini harus dilakukan perubahan dari dilayani menjadi pelayan meski tidak mudah mudah dilakukan tetapi justru inilah yang semakin menyadarkan kepada kita betapa mulianya mengejewantahkan kesadaran profetik.
Seorang pelayan pasti akan mendapatkan imbalan materi atas jasa kerjanya, tetapi dalam misi ini justru pengorbanan yang harus dilakukan untuk penyempurnaan membangun kesadaran profetik, pengorbanan merupakan modal dasar yang bukan sekedar memberikan tetapi ketulusan untuk memberikan yang terbaik. Semoga dengan kesadaran profetik ini mampu menjadikan diri ini sebagai pelopor gerakan kesadaran diri. Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan pada sang hamba yang selalu mengedepankan misi kenabian.
This entry was posted on Friday, April 01, 2011 and is filed under
adDakwah
,
Choirul Amin
. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
0 komentar: