Sadar Berpikir Produktif
Friday, December 10, 2010 | Author:
Oleh : Drs. Andi Hariyadi, M.Pdi.

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تُؤْمِنَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَجْعَلُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ
(100) Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.
[QS. Yunus (10): 100]
Seringkali tindakan diluar kesadaran termunculkan sehingga lepas control, tanpa kendali dan pelampiasan emosi menjadi-jadi, yang semula saudara dan kawan seperjuangan lepas begitu saja dan lebih dari itu muncul kecurigaan, adanya rasa iri, merasa kepentingannya terganggu, ingin kiprahnya lebih mulus meski sikut sana-sikut sini, dan siapapun yang menghalangi sepakterjangnya akan dilawan. Akal sehatnya sudah tidak jalan, nurani sudah mati, dan obsesinya terus menguasai meski dengan cara yang tidak wajar, persaingan tidak sehat karena demi ambisi sesaat telah menutupi wawasan dan kedewasaan, produktifitasnya dalam mengembangkan persaudaraan berubah menjadi agresifitas yang merusak tatanan dan persaudaraan.

Produktifitas yang tinggi merupakan salah satu pilar penyangga terwujudkannya suatu harapan dan impian yang selama ini diperjuangkannya, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk mengantarkan kesuksesan tersebut. Dan upaya membangun ptoduktifitas itu sejatinya merupakan karakter dari orang-orang yang beriman kepada-Nya, karena sadar bahwa kehadirannya harus memberikan nilai lebih dalam kehidupannya sebagai bentuk persembahan terbaik kepada-Nya.

Kajian ayat di atas semakin menyadarkan kepada kita khususnya bagi orang-orang yang mengaku dan konsis dengan kerimanannya untuk senantiasa mendayagunakan secara maksimal kemampuan akal untuk berfikir secara cerdas, sehingga berperilaku secara tepat, bertutur kata yang sopan, dan berinteraksi social secara terhormat. Pola interaksi sosial yang kondusif dengan menguatkan persaudaraan dan menjauhi segala bentuk permusuhan merupakan perwujudan dari pola berpikir produktif.

Kemampuan berpikir produktif harus terus dikembangkan dimasyarakat agar dinamika kehidupan lebih harmonis, meski ada perbedaan dan masalah yang menghadang bisa diselesaikan secara bijak penuh keakraban, bukan dengan cara kesewenang-wenangan, emosional hingga kekerasan. Kita benar-benar prihatin ketika adanya permasalahan sosial seringkali diselesaikan secara kekerasan, sepertinya ruang untuk berdialog ditinggalkan dan lebih mengedepankan kecurigaan, permusuhan, kekerasan dan pembunuhan, dan yang seperti ini sudah dianggap final, itulah yang termasuk pola berpikir secara destruktif.

Kecenderungan melakukan hal-hal yang bersifat destruktif ternyata cakupannya semakin meluas dan beragam, baik dilingkungan keluarga, antar kelompok sosial, organisasi politik dan bahkan organisasi keagamaan, sepertinya tidak ada bedanya diantara mereka. Padahal seharusnya nilai-nilai agama diharapkan bisa mempererat persaudaraan, mengembangkan keharmonisan, dan menjauhi permusuhan hingga kekerasan.

Ketika terjadinya Haji Wada’ (Haji Perpisahan) pada tahun kesepuluh (632 M), Rasulullah Muhammad SAW ditengah padang Arofah dihadapan 90.000 jama’ah haji menyampaikan pokok-pokok pikirannya sehingga oleh para negarawan dipandang sebagai pernyataan Hak Asasi Manusia yang pertama (The First Declaration Of Human Right ) di dunia, deklarasi itu menyangkut enam hal :1) Perlindungan terhadap harta dan jiwa, 2) Semangat bertanggung jawab, 3) Memelihara dan menunaikan amanah, 4) Menghapus riba, 5) Mengangkat derajat kaum wanita, 6) Membentuk persaudaraan Islam. Luar biasa keteladanan Rasulullah Muhammad SAW dalam menelorkan pemikiran – pemikiran yang produktif yang hingga kini masih relevan guna mengembangkan perdamaian dan persaudaraan.

Kesadaran berpikir produktif harus terus dibangun mulai sejak dini dan dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari dalam suatu proses yang berkelanjutan, karena dari sanalah akan lahir pola pikir yang kreatif, inovatif, dan positif, dengan penuh semangat terus melakukan perbaikan-perbaikan menuju kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Upaya itu tercermin dalam Al Qur’an ketika Nabi Ibrahim As yang mendapat anugerah kehadiran Ishaq dan Yakub yang masing-masing diangkat menjadi nabi, dalam surat Maryam (19) : 50 :
وَوَهَبْنَا لَهُم مِّن رَّحْمَتِنَا وَجَعَلْنَا لَهُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا
(50) Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi.
[QS. Maryam (19): 50]
Kehidupan yang sedang kita jalani ini hendaknya mampu mendulang prestasi tertinggi meski upaya mencapainya penuh tantangan dan cobaan bukan berarti melemahkan semangat perjuangan, justru semakin dimantapkan, difokuskan dan diprioritaskan. Kesadaran berpikir produktif sebagai energy kehidupan yang mencerahkan, menolak berbagai bentuk yang merusak tatanan kehidupan, mengembangkan persaudaraan dan kerukunan. Sehingga ketika ada upaya yang bersifat destruktif akan segera dilakukan pencegahan sampai terjadinya perubahan untuk bisa berpikir produktif kembali.

Mari kita sambung persaudaraan, kita kuatkan kesadaran menata keharmonisan kehidupan, karena kita sadar bahwa hal-hal yang terpenting dalam hidup ini ketika kita mampu memberikan kemanfaatan dan kebaikan dengan ketulusan, bukan target sesaat yang menyesatkan. Kesadaran berpikir produktif sejatinya sudah menjadi potensi diri kita, hanya karena kita kurang memaksimalkan dan cenderung menerima hal yang negative sehingga sepertinya kita sangat berat melakukan proses berpikir produktif. Berpikir produktif merupakan awal menuju perubahan kebaikan dan kesempurnaan. Semoga kita bisa mewujudkannya.
This entry was posted on Friday, December 10, 2010 and is filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: