Taqwa Menguatkan Keindahan
Friday, October 22, 2010 | Author:
Oleh: Drs. Andi Hariyadi

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِين
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِين
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُون
(133) Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
(134) (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
(135) Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
[QS Ali Imran (3): 133-135]

Kita harus bersyukur karena setelah mampu memaksimalkan ibadah selama di bulan suci Romadhan, baik yang berupa puasa, qiyamul lail, i’tikaf, infaq, shodaqoh dan zakat sehingga diharapkan mampu mengantar pada diri kita untuk menjadi orang yang bertaqwa, harapan ini sejatinya sangat dimungkin bisa diwujudkan, dan tidaklah mungkin Allah SWT memberikan beban diluar kemampuan sang hamba. Sehingga selepas Romadhan untuk memasuki Syawwal (Peningkatan) akan bertebaranlah pribadi-pribadi taqwa dengan pesona keindahannya untuk berinteraksi dan bergaul di tengah masyarakat yang beragam latarbelakangnya, namun tetap bisa memwarnai kehidupannya dengan keindahan.

Prestasi ibadah orang yang bertaqwa tidaklah mungkin dirusak ataupun disalahgunakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai taqwa yang telah ditumbuhkan, diperjuangkan dan dimaksimalkan, lebih-lebih ketika menjalankan puasa romadhan (Ash-Shoum) yang berarti menahan dari hal-hal yang tidak sempurna, baik yang dilakukan oleh hati, pikiran, ucapan dan perbuatan, berupa tindakan terror, arogansi, permusuhan, perkelahian dan pembunuhan. Orang bertaqwa senantiasa sadar bahwa kehadirannya bisa memberikan solusi atas problematika kehidupan yang ada, sehingga hal-hal yang bersifat provokasi dan arogansi merupakan bentuk ketidak sempurnaan, dan harus dijauhi.

Taqwa memiliki nilai strategis sekaligus jurus ampuh dalam meraih berbagai kesuksesan dan kebahagiaan hidup, Kata taqwa (التَّقْوَى) dalam etimologi bahasa Arab berasal dari kata kerja (وَقَى) yang memiliki pengertian menutupi, menjaga, berhati-hati dan berlindung. Sehingga imam Al Ashfahani menyatakan: Taqwa adalah menjadikan jiwa berada dalam perlindungan dari sesuatu yang ditakuti, kemudian rasa takut juga dinamakan takwa. Sehingga taqwa dalam istilah syar’I adalah menjaga diri dari perbuatan dosa.Dengan demikian maka bertaqwa kepada Allah adalah rasa takut kepadaNya dan menjauhi kemurkaan-Nya. Seakan-akan kita berlindung dari kemarahan dan siksaan-Nya dengan mentaati-Nya dan mencari keridhoan-Nya.Taqwa merupakan ikatan yang mengikat jiwa agar tidak lepas control mengikuti keinginan dan hawa nafsunya. Dengan ketaqwaan seseorang dapat menjaga dan mengontrol etika dan budi pekertinya dalam setiap saat kehidupannya karena ketaqwaan pada hakekatnya adalah muroqabah dan berusaha keras mencapai keridhoan Allah serta takut dari adzabNya. Kehadiran orang yang bertaqwa tercermin dalam Al Qur’an surat Al Anbiya’: 107
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ ﴿١٠٧﴾
(107) Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
[QS. al-Anbiya' (21): 107]
Komunitas kehidupan kita tercipta dengan penuh keragaman, baik berupa sifat maupun perilaku yang ditampilkan, ada yang santun ada pula yang amburadul, ada yang murah senyum ada pula yang mudah marah, ada yang pemaaf ada pula yang pendendam, maka disinilah peran kita tertantang untuk mampu memberikan secercah keindahan bagi yang dirundung amarah, untuk memberikan wewangi keindahan bagi mereka yang kebingungan dan rasa dendam. Keragaman yang indah ini jangan dijadikan pemicu munculnya konflik social yang berkepanjangan dan berdampak kerugian yang luar biasa besarnya, baik berupa material, spiritual dan social persaudaraan. Keragaman akan tampak indah bagi mereka yang memiliki kecerdasan dan wawasan yang luas, sedang bagi mereka yang sempit pandangan akan tampak permusuhan. Untuk itu ayat di atas menjadi modal utama dalam membangun keindahan dari cerminan nilai ketaqwaan dalam mengarungi kehidupan.

Nilai taqwa tidak berhenti dalam sanubari, tetapi mampu tercermin dalam sikap dan perilaku yang penuh keindahan, baik berupa kepedulian untuk saling berbagi, kerukunan untuk saling dikuatkan, persaudaraan untuk lebih direkatkan, dan ketika ada masalah disekitar keragaman akan dimusyawarahkan secara kekeluargaan. Kehidupan orang bertaqwa mampu menjadikan Al Qur’an sebagai sumber dan dasar kehidupan untuk menjadi tauladan kehidupan. Maka hiasi diri ini dengan taqwa agar kehidupan yang indah, rukun dan harmonis dapat terwujudkan.
This entry was posted on Friday, October 22, 2010 and is filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: