Sungguh, orang-orang baik akan minum dari cawan bercampur kafur, mata air surga, hamba-hamba Allah mereguknya, memancarkannya sebanyak-banyaknya.
Mereka penuhi nazar, takut akan hari yang bencananya menyebar.
Mereka memberi makanan yang merekah butuhkan, Kepada orang miskin, yatim dan tawanan. "Kami berikan makanan kepada kalian karena Allah. Tidak mengharap darimu balasan atau terima kasih. Kami takutkan dari Tuhan kami hari yang kelabu dan penuh duka."
[QS Ad-Dahr 5-11]
Menurut Ibnu Abbas, turunnya ayat di atas berkenaan dengan kejadian yang menimpa keluarga Ali bin Abi Tholib dan istrinya (Fatimah binti Muhammad).
Ketika putra beliau Hasan dan Husain sakit, maka Rosulullah Saw bersama para sahabat menjenguknya. Maka Rosulullah memberi nasehat pada Ali ; “Wahai Abul Hasan, alangkah baiknya jika Anda bernadzar untuk kesembuhan anak Anda”. Lalu bernadzarlah Ali, Fatimah dan Fidhah (pembantu mereka). Apabila Hasan dan Husain sembuh, mereka akan puasa tiga hari berturut-turut. Atas kehendak Allah SWT maka sembuhlah kedua belahan hati mereka.
Karena tidak ada makanan, maka Ali meminjam tiga sha’ tepung gandum dari Syam’un Khaibari (orang yahudi) untuk persediaan tiga hari. Kemudian Fatimah memasak satu sha’ untuk membuat lima potong roti untuk persediaan berbuka puasa lima orang anggota keluarganya. Ketika menjelang berbuka, ternyata datang seorang pengemis yang berhenti di depan pintu rumahnya. ”Assalamualaikum ya ahli bait Muhammad, saya ini muslim yang miskin, berilah saya makanan, mudah-mudahan Allah memberikan makanan pada kalian dari hidangan surga”. Ucap pengemis itu. Melihat ada seorang yang meminta, keluarga Ali ini nampaknya lebih mengutamakan pengemis itu dari pada dirinya sendiri dan keluarganya, padahal mereka sedang berpuasa. Malam itu mereka tidur dengan tidak makan apa-apa selain air.
Paginya mereka melanjutkan puasa untuk hari kedua. Menjelang sore hari ketika mereka sedang mempersiapkan makanan untuk berbuka, seorang anak yatim berhenti di depan pintu rumah mereka untuk minta makanan karena sedang kelaparan. Melihat anak kecil yang sedang kelaparan, Keluarga yang sedang bernadar itu pun akhirnya lebih mengutamakan anak yatim tersebut. Di hari kedua puasa mereka kembali hanya berbuka dengan air saja.
Pada hari yang ketiga, ternyata kondisinya sama dengan hari pertama dan kedua, Di saat menjelang berbuka datang pada beliau seorang tawanan yang baru keluar dari tahanan dan membutuhkan makanan. Untuk ketiga kalinya beliau utamakan orang lain daripada diri dan keluarganya, padahal mereka sangat membutuhkan sekali.
Setelah Ali sekeluarga menyelesaikan nadzarnya, Ali Bin Abi Tholib membawa Hasan dan Husain menghadap ke Rosulullah Saw. Melihat mereka yang sedang menggigil karena menahan lapar yang sangat. Nabi berkata, “Alangkah pedihnya aku menyaksikan penderitaan kalian”. Nabi kemudian mengajak mereka kembali pulang, Nabi melihat Fatimah di mihrabnya, perutnya kempis, matanya cekung. Bertambah kesedihan Rosul melihat putri kesayangangnya seperti itu.
Dalam kondisi yang demikian, tiba-tiba malaikat Jibril turun, Ia berkata ; “Allah menyampaikan salam untuk ahli baitmu”. Kemudian Jibril membacakan wahyu surat Ad-Dahr seperti di atas, untuk menghormati perilaku keluarga Rosul.
Ini merupakan pengorbanan yang agung, di saat mereka sendiri sangat membutuhkan, mereka masih peduli dengan orang miskin, anak yatim dan orang yang kekurangan.. Sehingga Abu Salim Muhammad Thalhah As-Syafii ketika mengomentari kejadian ini, berkata, “Dengan ibadat ini, yakni memberi makan ketika mereka memerlukannya, akan memperoleh keutamaan yang cukup. Kalau bukan karena itu, kisah ini tidak akan mencapai nilai yang besar dan Allah tidak akan menurunkan kepada Rosul-Nya ayat Al-Qur’an.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, masih banyak sekali orang yang membutuhkan bantuan dari kita, mungkin untuk orang sakit, biaya sekolah, bencana alam dan lain sebagainya. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana kita bisa bercermin dari kejadian di atas untuk bisa kita laksanakan walau satu hari saja.
1 komentar:
Sungguh sebuah kisah keteladanan yang luar biasa. Masih adakah manusia-manusia seperti mereka ini pada zaman sekarang. Kisah-kisah Ahlul-Bait Nabi saw jarang kita dengar, padahal selayaknya mereka kita jadikan idola dalam segala ranah kehidupan -- sebagaimana kisah para sahabat Nabi yang utama.
- Abu Muhammad, Depok.