Aqiqah Setelah Usia Dewasa
Sunday, April 11, 2010 | Author:
Oleh: Ustadz Drs. Andiono Mahdi
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya


“Rasulullah s.a.w. Meng-Aqiqahi dirinya sendiri setelah diutus sebagai Nabi”.
[HR. Abdur Razaq dalam Musnafnya juz IV : 324]

PENJELASAN SANAD DAN MATAN HADITS
Dalam susunan/rangkaian Sanad hadits tersebut ada seorang rawi yang bernama “ Abdullah bin Muharrar Al Jazri ” yang dikatakan “Matrukul Hadits” (ditinggalkan haditsnya) oleh Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Ad Daruquthni.

Imam Bukhari dan Abu Hatim berkata Abdullah bin Muharrar “ Munkarul Hadits” (Diingkari Haditsnya),Imam An Nasa’i menyebutnya Laisa bi Tsiqah (tidak kuat). Bahkan Imam Ibnu Hibban mengatakan dia (Abdullah bin Muharrar) pernah berdusta.
Hadits ini sangat lemah bahkan ada Ulama yang mengatakan Maudhu’ (palsu) ini jelas tidak boleh dijadikan Hujjah. Sehingga tidak bisa dijadikan dasar seseorang di- Aqiqahi setelah dewasa.

Adapun pelaksanaan Aqiqah pada hari ke-14 atau ke-21 yang berdasarkan hadits :


Rasulullah saw bersabda: “ Aqiqah itu dilaksanakan pada hari ke-7 atau ke-14 atau ke-21”.
[HR. Ath Thabrani dalam Mu’jamush Shaghir 1:256, Mu’jamul Ausath : 4879, HR. Al Baihaqi dalam Sunanul Kubra 9 : 303]

Dalam Rangkaian sanad hadits ini (baik riwayat Baihaqi maupun Thabrani) ada seorang rawi yang bernama “ Ismail bin Muslim Al Bashri ” yang banyak mendapat kritikan dari ulama-ulama Hadits.

Imam Abu Zur’ah mengatakan : Dha’if (lemah), Imam Ahmad menyebutnya “ Munkarul Hadits ”. Imam An Nasa’i berkata “ Matruk ” (haditsnya ditinggalkan). Imam Ibnu Ma’in mengkomentari “ Laisa bi Syai’in ” (tidak dianggap). Baca Mizanul I’tidal 1 hal. 249.

Berkata Al Falas “ Ismail bin Muslim” “ Dhaifal fil Hadits ” (lemah dalam hadits). Imam Bukhari berkata Yahya bin Ma’in dan Ibnu Mahdi meninggalkan haditsnya.

Dengan komentar ulama-ulama hadits tersebut maka jelas kedudukan hadits tersebut “ Dha’if Laisa bi Hujjah” (lemah tak boleh dijadikan Hujjah).

Sedangkan Hadits yang SHAHIH berkenaan dengan waktu pelaksanaan Aqiqah adalah seperti berikut:


“Setiap anak Tergadai dengan Aqiqah-nya, disembelihkan atasnya pada hari ke-7, dicukur rambutnya dan diberikan Nama ”.
[HR. Abu Dawud No. 2838, Hr. At tirmidzi No. 1522, HR. Ibnu Majah No. 3165, serta Hadits An Nasa’i No. 4231, Sunanul Kubra Al baihaqi]

KESIMPULAN
Waktu Pelaksanaan Aqiqah hanya pada hari ke-7 (tujuh), tidak pada hari ke-14 atau ke-21, apalagi setelah usia Dewasa.
This entry was posted on Sunday, April 11, 2010 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

1 komentar:

On August 21, 2010 at 9:55 AM , Anonymous said...

Ustad, saya selalu resah membaca kalimat'Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya'. Ada yang menfasirkan tergadai jiwa dan amalnya sebelum ditebus dengan aqiqah.
Bayangkan, nasib orang miskin dan orang-orang yang belum sempat diaqiqahi orangtuanya. Amal dan jiwanya menjadi sia-sia karena hadits ini.
Menurut saya, aqiqah itu tradisi bukan sunnah seperti kita merayakan syukuran atas kelahiran anak.
Bukankah aqiqah menyembelih kambing dua untuk anak laki, dan satu untuk anak perempuan itu juga tradisi orang Qureisy yang lebih menghargai laki-laki dibandingkan perempuan? Jika lahir anak laki-laki maka pestanya menjadi besar dengan dua kambing. Kalau perempuan cukup satu kambing saja.

Sugeng Purwanto
sugengpurwa@yahoo.com