Keutamaan Puasa di Makkah
Sunday, September 06, 2009 | Author:
رَمَضَانُ بِمَكَّةَ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ رَمَضَانَ بِغَيْرِ مَكَّةَ
Ramadhan di Makkah lebih utama dari 1000 Ramadhan di luar Makkah (Tempat selain Makkah).
[HR. Al Bazzar dari Sahabat Ibnu Umar, Kitab Jami’ush Shaghir No. 4478]


PENJELASAN SANAD dan MATAN HADITS:
Susunan sanad hadits ini seperti berikut:
Amr bin Hammad --> Abdullah bin Nafi’ --> Ashim bin Umar --> Abdullah bin Dinar --> Ibnu Umar.


Ulama-ulama hadits memberikan kritik terhadap sanad hadits ini:
  • Ammar bin Hammad tidak dikenal.

  • Abdullah bin Nafi
    Imam Al Bukhari berkata “Fi Hifzhihi Syai’in” (pada hafalannya ada sesuatu cacat.) Abu Ahmad Al Hakim menyebutkan “Laisa Bil Hafizh Indahum” (bukan seorang Hafizh disisi ulama hadits). Al Khalili berkata Tidak Ridha dengan Hafalannya.
    Ashim bin Umar.

Imam Ahmad mengatakan “Dha’if” (lemah). Imam Bukhari berkata “Munkarul Hadits” (Haditsnya Diingkari). Imam An Nasa’i menyebutnya “Matruk” (Ditinggalkan). Imam Ibnu Hibban berkata Tidak boleh berhujjah dengannya.

Dari pendapat para ulama diatas hadits ini adalah Lemah Berat (Mungkar dan Matruk).

Dari Ibnu Abbas dia Berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda :
Barangsiapa menjumpai Ramadhan di Makkah, kemudian dia berpuasa dan Qiyam Ramadhan semampu Dia, ditetapkan oleh Allah sama dengan 100.000 bulan Ramadhan di banding tempat lain. ”
[HR. Ibnu Majah - Kitab Manasik - Bab 106 - Shiyam Syahri Ramadhan Bi Makkah - Hadits No. 3117].

Rangkaian Sanadnya adalah:
Ibnu Majah --> Muhammad bin Abi Umar al Madani --> Abdurrahim bin Zaid --> Abihi (Bapaknya) --> Said bin Jubair --> Ibnu Abbas.

Rawi yang bernama “Abdurrahim bin Zaid” oleh Imam Bukhari dan Imam Abu Hatim disebutkan “Taraka Haditsuhu” (Ditinggalkan haditsnya). Al Jauzajani berkata “Ghairu Tsiqah” (tidak Tsiqah), Abu Dawud mengatakan “Dhaif” (lemah) Murrah berkata “Laisa bi Sya’iin” (Tidak ada apa-apanya / tidak dianggap). Bahkan Imam Yahya bin Ma’in menyebutnya “Kadzab” (Dusta).

Komentar ulama-ulama Hadits tersebut jelas mewujudkan bahwa hadits ini Maudhu (Palsu).

KESIMPULAN :
Karena Kedudukan kedua Hadits tersebut adalah Sangat Lemah dan Satunya Palsu, maka Tidak boleh dijadikan HUJJAH.
This entry was posted on Sunday, September 06, 2009 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: