Haji Panggilan?
Sunday, April 12, 2009 | Author:
Di masyarakat sering kita dengar kalimat yang muncul, saat pertanyaan ditanyakan pada orang kaya; Kenapa ente tidak pergi haji padahal saya sering melihat ente bolak balik keluar negeri?. Orang kaya menjawab,” lho, pergi ke Baitullah untuk berhaji adalah atas panggilan Allah dan undangannya, jadi kalau saya belum berangkat berhaji itu memang karena belum mendapat panggilanNya. Percayalah, saatnya dipanggil pasti saya datang untuk berhaji…..”. jawaban orang kaya itu klise, dan sering kita dengar, bahkan seolah sudah menjadi ucapan yang benar untuk membenarkan sesuatu yang tidak benar. Mengapa ?

Sesungguhnya, manusia sudah dipanggil semuanya oleh Allah SWT, untuk hadir ke rumahNya. Disaat Allah memberikan perintah pada nabi Ibrahim dan putranya Ismail untuk membangun kembali pondasi Ka’bah dan merapikan serta membersihkannya saat terkena banjir zaman nabi Nuh as. Sebagaimana firmanNya dalam surat Al Baqoroh 125:

Dan ingatlah ketika kami menjadikan rumah itu (baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqom Ibrahim tempat sholat. Dan telah Kami perintahkan pada Ibrahim dan Ismail, bersihkanlah rumahku orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan sujud”.

Ketika semuanya sudah bersih dan rapi Allah SWT memerintahkan lagi kepada nabi Ibrahim untuk memanggil semua manusia datang ke Baitullah yang terungkap dalam surat Al Hajj ayat 27:

Dan berserulah (panggillah) semua manusia untuk mengerjakan haji…

Konon dalam sebuah riwayat, nabi Ibrahim yang rasionalis bertanya kepada Allah SWT: Ya rabbi, bagaimana caranya saya memanggil mereka ?, sedang suaraku tidak terdengar oleh semua manusia ?”,
maka Allah menjawabnya, “ Engkau hanya memanggilnya, Akulah yang menjadikan mereka mendengar”.
Saat panggilan itu menggema ke seluruh jagad raya dari generasi ke generasi sampai hari kiamat, bahkan panggilan itu terdengar pula oleh janin-janin yang ada di rahim para ibu.

Jika demikian, ucapan orang kaya itu keliru yang enggan berkunjung ke rumahNya sambil berkata, “Saya belum mendapat panggilan”. Tidak ! semua muslim telah mendapat panggilan, bukankah semua telah paham bahwa haji adalah rukun Islam ? Dan bukankah semua telah mengerti bahwa haji itu adalah kewajiban syar’i bagi yang mampu?

Ada tiga sikap manusia dalam menanggapi panggilan ini:
Pertama, manusia yang ingin, mampu dan bisa melaksanakan haji.

Kedua, ada juga yang ingin, mampu tapi selalu mendapat hal-hal yang menjadi aral melintang sehingga tidak jadi beramngkat  seperti seseorang yang hendak menyetor ONH ke bank tahu-tahu rumahnya kena musibah kebakaran sehingga ONH nya digunakan untuk keperluan itu.

Ketiga, ada yang ingin, namun tidak mampu untuk berhaji karena beaya sehari-harinya saja sudah susah. Bagi orang-orang seperti ini (kedua dan ketiga) Allah akan memaafkannya, sebagaimana firman Allah SWT “Manistatho’a ilaihi sabila” bahwa berhaji itu hanya bagi orang-orang yang mampu.

Keempat, dan yang terakhir, manusia yang mampu, baik secara lahir dan batin tapi hatinya tidak tergerak untuk memenuhi panggilanNya, inilah tipe orang kaya tadi. Orang seperti ini adalah orang yang berbohong pada dirinya sendiri maupun public, lebih-lebih pada Allah SWT.  Bagaimana Ia tidak berbohong, ia mengaku tidak ada panggilan Allah, padahal Allah telah memanggilNya sejak ribuan tahun yang lalu.

Bagi orang yang mampu memenuhi panggilan Allah swt dengan ketulusan hati yang dalam, pastilah Allah menyambutnya dengan penuh kasih sayang, dan selaku hamba yang sopan pasti akan menyambut panggilanNya dengan kalimat yang indah Labbaika ya Allah, aku memenuhi panggilanMu Ya Allah. Oleh karenanya kalimat talbiyah ini selalu berkumandang ketika Duyufurrahman berada di Baitullah.

Untuk menjadi tamu Allah yang baik maka haruslah dengan bekal seperti yang terungkap dalam al baqoroh 197 : "Datanglah dengan membawa bekal…." Dengan bekal itulah yang akan menentukan layanan sang tuan rumah" pada para tamunya selama berada di rumahnya. Akan tetapi bekal materi saja itu tidak cukup, untuk memperoleh pelayanan dari sang "Tuan rumah yang Agung" ibarat sebuah judul Film "Dunia saja tidak cukup" ( The World is not enough ), oleh karena itulah Allah swt memberikan pesan berikutnya dalam firmanNya, "Fainna khoirozzadittaqwa"  Sebaik baik bekal adalah ketaqwaan. 

Dalam ketaqwaan itulah muara kemuliaan hidup yang didalamnya berkumpul sifat ikhlas, sabar serta tawakkal. Siapapun yang datang ke rumah Allah untuk berhaji, dengan niat tulus serta sabar menghadapi godaan saat melaksanakan ibadah haji, maka orang-orang seperti inilah yang akan diterima Allah swt dan akan memperoleh perhatian yang khusus dariNya. Dengan niat tulus, sabar serta keyakinan yang teguh seharusnya tidak perlu takut untuk tidak bisa makan atau tidak mendapat tempat berteduh, karena Allah swt akan menjamin bagi tamuNya yang berpasrah diri kepadaNya, bahkan seandainya Sang Tuan Rumah meminta tamuNya untuk "tinggal selamanya",  anggap saja itu sebagai bentuk kecintaaNya, inilah bekal ketaqwaan.<

Demikian pula agar ibadahnya itu sesuai dengan ketentuan dan aturan yang telah ditentukan oleh Allah perlu ditambah dengan bekal ilmu manasik haji dan inilah makna bekal ketaqwaan yang lain.

Maka siapapun yang berbekal dengan taqwa, Ia akan memperoleh layanan yang memuaskan dari Allah swt, terlebih diakherat kelak seperti janjinya, "Al hajj al Mabrur laisa lahul jaza illal jannah", Hajji mabrur tidak ada balasan yang pantas kecuali surga.

Bagi yang tidak berbekal dengan taqwa jangan kecewa, kalau suatu saat kedatangannya ke rumah Sang Kekasih tapi tidak mendapatiNya, Rugilah!
This entry was posted on Sunday, April 12, 2009 and is filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: