ISLAM, Nikmat Yang Dilecehkan
Monday, April 04, 2011 | Author:
Bagi anda yang biasa membaca Al-Quran, khususnya Surat Ar-Rohman, tentu tahu, Allah berulang mengingatkan kita dengan kalimat yang sama yang maknanya, “Maka, nikmat Robb-mu yang mana yang hendak engkau dustakan?” Sebanyak 31 kali kalimat peringatan sekaligus teguran itu disampaikan. Tentu, repetisi itu dimaksudkan agar kita mau mengapresiasinya, untuk mencerahkan kesadaran kita tentang beragam nikmat-Nya yang tak terhingga. Nikmat yang kasat mata, atau yang tidak kasat mata. Yang tersurat, atau pun yang tersirat. Yang sudah diberikan, atau yang tengah dijanjikan. Nikmat dunia, atau yang dijanjikan di akhirat kelak. “Dan jika engkau hendak mengkalkulasi nikmat Allah, maka tidak akan pernah engkau bisa menghitungnya.” demikian peringatan Allah dalam Surat An-Nahl ayat 18.

Allah menganugerahkan nikmat-nikmat itu untuk mengingatkan manusia akan sifat Rohman-Rohim-Nya. Bahkan untuk mengingatkan sifat Allah Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang itu, setiap surat Alquran, selain At-Taubah, selalu dimulai dengan kalimat sempurna, “Bismillahirrohmanirrohim” atau “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.”

Menjadi manusia adalah sebuah kelebihan sekaligus nikmat yang tak terhingga. Alquran menegaskan, Allah menciptakan manusia dalam wujud ciptaan yang paling sempurna. Allah menganugerahi manusia dengan hati dan akal potensial. Dengan hati dan akal itu manusia bisa melakukan aktualisasi diri, mengembangkan potensi, menyejahterakan dan memuliakan kehidupan. Dengan berbagai fasilitas nikmat yang dianugerahkan itu, manusia bisa saling berbagi, menebar kearifan, dan menabur kasih-sayang.

Allah bahkan menciptakan alam semesta untuk memfasilitasi manusia. Bumi, langit, darat, laut, udara, gunung, sungai, bulan dan bintang, semua jenis flora dan fauna diciptakan khusus untuk manusia sebagai fasilitas hidup. Untuk apa? Agar manusia dapat menjalankan kewajiban utamanya sebagai abdi atau hamba-Nya. Dan, agar manusia dapat menjalankan peran kemanusiaan dengan mudah sebagai khalifah-Nya. Peran kekhalifahan yang tidak diamanatkan kepada selain manusia ini memang butuh fasilitas. Maka, alam semesta ini bukan sekedar fasilitas hidup, tetapi fasilitas ibadah, sekaligus fasilitas kekhalifahan.

Menjadi manusia itu sungguh nikmat besar. Maka, Al-Quran pun berulang menegur, betapa banyak manusia yang tidak bisa menjaga eksistensinya sebagai manusia. Akibat tidak bisa menyukuri nikmat hati, akal, mata dan telinganya dengan benar, ada manusia yang disebut lebih jelek dari binatang. Ada manusia seperti batu, bahkan lebih keras dari batu. Karena lebih mencintai dunia dan menuruti hawa nafsunya, manusia disebut seperti anjing. Ada manusia yang menuhankan diri. Ada manusia yang selalu berbuat kerusakan di muka bumi. Melakukan berbagai tindak criminal, melakukan pelecehan seksual “ringan” sampai pada pelecehan seksuyal “berat', berzina dengan sejenis, dengan binatang, atau dengan orang-orang yang diharamkan.

Status manusia sebagai makhluk paling sempurna ternyata tidak “aman”. Berbagai fasilitas dunia ternyata tidak menjamin manusia memahami dan bisa menjalankan amanat ketuhanan. Maka, Allah menganugerahkan kepada manusia “nikmat” yang lebih besar. Islam! Inilah nikmat terbesar. Demi nikmat besar ini, Allah mengutus Nabi dan Rasul-Nya untuk menjadi uswah hasanah, sekaligus menjadi rahmat bagi semesta alam. Allah menurunkan Alquran, sebagai sumber hidayah, furqon, rahmat, sekaligus sebagai cahaya penyejuk dan penerang.

Dengan Islam, Allah hendak membimbing, menyelamatkan, memberdayakan, dan memuliakan manusia. Berkat Islam, manusia menemukan Alloh sebagai Tuhan manusia, Pelindung dan Penyelamat manusia, tempat manusia mengabdi dan menghambakan diri, serta menjalankan ketaatan hanya kepada-Nya. Berkat Islam, manusia mengimani Allah sebagai Dzat Yang Maha Besar, Maha Agung, Maha Esa, Maha Kaya, Maha Kuasa, Maha Adil, Maha Kaya, Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang. Berkat Islam, manusia menegaskan ikrarnya,”La ialaha illa Allah!”

Berkat nikmat Islam, manusia menyadari dan menjalankan dengan konsisten statusnya sebagai abdulloh sekaligus sebagai khalifah-Nya, demi kemaslahatan kehidupan secara keseluruhan. Berkat Islam, manusia menjalankan peran amar makruf dan nahi munkar. Manusia menegakkan kebajikan, meninggalkan kemungkaran, meninggalkan tindak anarki, criminal, dan berbagai tindakan destruktif lainnya.

Berkat Islam manusia mengenal akhlak, tata nilai, hukum, norma, dan etika terbaik. Manusia mengenal halal-haram, baik-buruk, hak dan kewajiban, sopan-santun, tata-krama. Manusia dapat membangun silaturahmi, berinteraksi dan berkomunikasi dalam suasana kesetaraan dan kebersamaan. Berkat Islam, manusia menghargai, menghormati, dan memuliakan manusia bukan atas dasar keunggulan fisik, kesukuan, kebangsaan, warna kulit, partai, atau golongan, status social, status ekonomi, dan atribut keduniaan lainnya. Ketakwaan, akhlak, amal salih, kualitas ibadah, adalah harga dan martabat manusia sesungguhnya.

Berkat Islam, manusia dapat meyakini dan membedakan nilai kehidupan. Kehidupan dunia itu fana, sedang kehidupan akhirat itu lebih baik dan tentu lebih kekal. Kehidupan dunia adalah lading, sekaligus sejadah panjang demi meraih kehidupan sesungguhnya, yakni akhirat.

Tetapi, memang tidak semua manusia mengalami pencerahan. Sebagian manusia lebih “suka” berada dalam “kegelapan”. Menolak nikmat besar Islam. Sebagian lagi tertipu atau tergoda, Karenanya, tidak menikmati nikmat terbesar ini. Maka, Al-Quran menyebut ada golongan kafir, musyrik, munafik, fasik, dan dholim, yakni para peleceh Islam.

ABDUL HAKIM, MPd.I
Pimred Majalah LAZISMU Surabaya
This entry was posted on Monday, April 04, 2011 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: