Oleh : Musa Abdullah
Bangsa ini baru saja memilih pemimpinya untuk lima tahun kedepan, berbagai program dan janji tersebar lewat masa-masa kampanye, diantara janji-janji dan programnya adalah mensejahterahkan rakyat, dan memberikan pelayanan/pengabdian terbaik bagi rakyatnya, sebab aktivitas utama penguasa adalah mengurus rakyat. Segala urusan rakyat itu menjadi tanggung jawab utama seorang penguasa. Untuk mengurusnya maka penguasa memberlakukan aturan-aturan agar dilaksanakan oleh rakyatnya. Lantas bagaimana pengaturan tersebut? “Hai orang-orang yang beriman, taatilah oleh kalian Allah, rasul, dan ulil amri (penguasa) di antara kalian....” Ayat ke-59 dari surat an-Nisa di atas menjelaskan bahwa kaum muslimin harus menaati pemimpin atau penguasanya.
Namun ketaatan tersebut hanya berlaku dalam konteks ketaatan kepada Allah SWT, bukan dalam konteks kemaksiatan kepada-Nya. Rasulullah SAW menjelaskan : “Tak ada ketaatan kepada orang yang tidak menaati Allah ‘azza wa jalla.” (HR Ahmad). “Tak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah.” (HR Muslim). Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat dapat terjadi apabila adanya hubungan yang harmonis antara penguasa dengan rakyatnya, berupa saling menasihati dan saling menguat kan antara satu dengan yang lain. Di antara keduanya pun harus memiliki kesadaran, bahwa pihak yang satu adalah seorang pemimpin, dan yang lain adalah pihak yang dipimpin.
Contoh wujud kesadaran untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antara pemimpin dan rakyatnya tampak pada pidato yang disampaikan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq RA. Inilah pidato yang pertama kali beliau sampaikan ketika menjadi Khalifah, pengganti Rasulullah SAW: “Wahai manusia, sesungguhnya aku telah diangkat untuk menjadi pemimpin kalian, sementara aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Karena itu jika aku berbuat baik, maka dukunglah. Dan jika aku berbuat buruk, maka cegahlah. Taatilah aku selama aku menaati Allah dan rasul-Nya. Jika aku bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya, maka kalian tidak perlu menaatiku.” Sedangkan ketika menjadi khalifah, Umar bin Khaththab RA menyampaikan: “Wahai manusia, siapa saja di antara kalian yang melihatku menyimpang, maka luruskanlah aku.”.
Maka seketika itu ada seorang lelaki yang berdiri sambil menatap tajam kepadanya sambil pelan-pelan mencabut pedangnya, lalu berkata: “Saya akan meluruskanmu dengan ini!”. Lalu Umarpun menyambut jawaban lelaki itu dan berkata: “Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepadamu. Al Hamdu Lillah, segala puji hanya milik Allah yang telah menjadikan di antara rakyatku orang yang apabila aku berlaku bengkok/ menyeleweng akan meluruskan/ mengoreksi tindakanku”.
Khuzaifah berkata : Suatu ketika saya masuk menemui khalifah Umar bin Al Khattab, lalu aku melihatnya gelisah sangat susah, maka aku bertanya: “Apakah yang menjadikan engkau gelisah, wahai Amirul Mukminin?”. Umar menjawab: “Sesungguhnya aku takut/ khawatir apabila aku terjerumus ke dalam kemungkaran, lalu tiada orang yang berani menahan/ mencegah perbuatanku itu karena terlalu menghormati aku”. Khuzaifah berkata: “Demi Allah, jikalau aku melihat engkau keluar dari kebenaran niscaya aku akan mencegahmu, jika engkau tidak mau menghentikan perbuatanmu itu akan aku pukul engkau dengan pedang”. Maka gembiralah Umar sambil berkata: “Alhamdu Lillah, segala puji bagi Allah, yang telah menjadikan untukku sahabat-sahabat yang mau meluruskan aku jika aku berbuat bengkok (tidak benar)”.
Demikianlah betapa pentingnya sosok pemimpin yang memahami hubungan antara dirinya dengan rakyatnya. Seorang pemimpin adalah yang disukai rakyatnya dan bahkan mendoakannya, begitu pula sebaliknya ketika pemimpin itu menyukai mereka dan juga mendoakan rakyatnya. Dari Auf bin Malik al-Asyja’i, Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik pemimpin kalian ialah mereka yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian; mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka.” (HR Muslim).
Seorang pemimpin wajib memiliki sifat keteladanan dan tanggungjawab, dan dapat dicontoh oleh yang dipimpin, sebab dia akan dituntut pertanggung jawaban terhadap kepemimpinannya. Oleh karena itu Rasulullah saw memperingatkan kepada kita agar senantiasa berhati-hati. Rasulullah saw bersabda: “Kalian semua adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemim-pinannya itu. Seorang Imam itu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyatnya, .............., Semua kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban akan kepemimpinannya”. (HSR Al Bukhari dan Muslim).
Seorang pemimpin/penguasa wajib menjadi tauladan bagi yang dipimpin, sebab dia wajib ditaati oleh rakyat nya selama dia berada dan menegakkan kebenaran serta memegang teguh amanat, tidak berbuat maksiyat, tetapi kalau seorang pemimpin berbuat maksiyat, melanggar undang-undang Allah, tidak melaksanakan amanat, maka tidak boleh ditaati.
Sabda Nabi saw: “Wajib atas seseorang mendengar dan taat (kepada pemimpinnya) walaupun yang diperintahkan dia sukai atau tidak. Kecuali kalau diperintah ma’siyat (melanggar ajaran agama), jika diperintah maksiyat, maka tidak boleh didengar apalagi ditaati”.(HSR Bukhari dan Muslim).
Seharusnya sifat kepemimpinan yang diwariskan oleh Rasulullah s.a.w. itu dijadikan contoh pemimpin-pemimpin kita jika ingin menjadikan negara ini adil, makmur dan bebas dari KKN. Semoga kita dikaruniai pemimpin yang baik oleh Allah SWT, dan dihindarkan dari kejahatan pemimpin yang zalim. Wa Billahit Taufiq.
This entry was posted on Wednesday, July 22, 2009 and is filed under
Fokus Utama
. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
0 komentar: