Jiwa dan Pengaruhnya
Saturday, May 08, 2010 | Author:
Oleh: Drs. H. Syamsun Aly, MA.

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا

dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
[QS asy-Syamsi (91): 7-10]

Allah menciptakan Malaikat dari cahaya (an-Nur) dan dilengkapinya dengan jiwa taqwa. Jiwa yang suci dari segala noda dan kesalahan. Oleh sebab itu dia selalu patuh dan tidak pernah durhaka kepada Allah, pencipta alam semesta.

Di samping itu Dia juga menciptakan Manusia dari tanah. Namun yang diberikan pada manusia tidak hanya jiwa taqwa, melainkan juga jiwa fujur. Hati dan fikiran jelek, yang cenderung membisikkan serta merencanakan hal-hal buruk, dan pada akhirnya melakukan tindak kejahatan tersebut sesuai arahan dan dorongan jiwa fujur.

Jika yang mendominasi manusia itu jiwa taqwa, maka akan baik juga tutur kata serta tindakannya. Setiap apa yang dibisikkan hati dan difikirkan oleh otak pasti sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi lingkungannya.

Misalnya menyayangi dan suka menolong pada sesama, mewujudkan karya-karya yang baik dst. Jiwa seperti inilah yang menyebabkan seseorang memperoleh ketenangan dalam hidupnya (nafsul muthmainnah), baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana seruan Allah.

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي
وَادْخُلِي جَنَّتِي

Hai jiwa yang tenang.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
masuklah ke dalam surga-Ku.
[QS al-Fajr (89): 27-30]

Namun sebaliknya, jika yang menguasai hidupnya adalah jiwa fujur, maka akan jelek pula ucapan serta perbuatannya. Suka mencaci dan menfitnah orang. Gemar mabuk, berjudi, mencuri, korupsi, membunuh dan sejenisnya. Jiwa seperti inilah yang mengakibatkan seseorang resah dalam hidupnya (nafsul-lawwamah), baik di dunia maupun di akhir masa. perhatikan sumpah Allah berikut ini.

لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ
وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
أَيَحْسَبُ الْإِنسَانُ أَلَّن نَّجْمَعَ عِظَامَهُ
بَلَىٰ قَادِرِينَ عَلَىٰ أَن نُّسَوِّيَ بَنَانَهُ
بَلْ يُرِيدُ الْإِنسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ

Aku bersumpah demi hari kiamat,
dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).
Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?
Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.
Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.
[QS al-Qiyamah (75): 1-5]

Imam Al-Ghazali memberikan penjelasan tentang pengembangan nafsu fujur atau nafsu lawwamah, antara lain:
  1. Nafsu Bahimiyyah. jiwa dan tabiat yang mirip dengan binatang memamah biak, yakni hewan yang kesukaannya makan melulu. Sehingga yang terpenting dalam kehidupan bagi orang yang berjiwa bahimiyyah adalah demi terpenuhinya isi perut semata. Siap melakukan apa saja asal bisa memperoleh rupiah.
  2. Nafsu Sabu’iyyah. jiwa dan tabiat yang menyerupai binatang buas. Hewan yang sadis dan merasa puas jika sudah dapat menerkam, mencabik-cabik dan memangsa habis daging binatang lain, yang menjadi target buruannya. Sehingga yang terpenting dalam hidupnya bagi orang yang berjiwa sabu’iyyah adalah, bagaimana caranya bisa meghancurkan orang lain, sehingga dia merasa menang dan tidak ada lagi yang dapat mengalahkannya.


MENJAGA JIWA KITA.
Setelah memahami ragam dan pengaruh jiwa dalam kehidupan manusia, perlu kiranya bagi kita semua untuk menjaganya. Membimbing jiwa ini agar selalu bedzikir serta berfikir untuk melakukan hal-hal yang positif, demi terwujudnya kehidupan yang baik, saling menyayangi, menolong, dan menasihati, serta kaya inovasi dan kreasi.

Bukankah Allah yang Maha Pemurah telah menjelaskan dalam al-Qur’an Surat As-Syams : 9-10, yang artinya:

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا

sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
[QS asy-Syamsi (91): 9-10]

Dalam sebuah kisah dijelaskan. Ketika Rasullah saw. sedang mengadakan kajian agama di masjid dengan para sahabat, tiba-tiba masuklah seorang laki-laki untuk melakukan ibadah shalat. Usai shalat, lelaki tadi lalu berdzikir dan berdo’a sejenak, terus pulang. Rasulullah bersabda : dia (laki-laki itu) adalah calon penghuni surga.

Mendengar pernyataan tersebut, Ibnu Abbas penasaran lalu membuntuti laki-laki tadi meuju rumahnya, untuk mengetahui dari dekat, ibadah apa sih yang diamalkan oleh calon penghuni surga itu. Setelah diamati selama 3 hari, ternyata ibadahnya biasa saja. Namun yang istimimewa menurutnya adalah, laki-laki tadi memiliki sifat yang istimewa, tidak suka cari-cari kesalahan orang, iri hati, dendam, apalagi menfitnah. Tidak sakit hati jika dicaci atau dihina orang. Dia merasa senang jika dapat meringankan bebang orang lain. Gembira jika ada orang lain menerima karunia Tuhan, dan turut berduka bila ada orang lain tertimpa musibah.
Semoga kita dapat meneladaninya. Amien.
This entry was posted on Saturday, May 08, 2010 and is filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: