Hindarkan Sikap Eksploitatif, Termasuk untuk Pengeras Suara

ELITE Muhammadiyah menyadari kritik bahwa Muhammadiyah kering dari gairah seni dan beragama secara mekanis. Bahkan, tokoh Muhammadiyah yang seniman, almarhum Kuntowijoyo, mengkritik bahwa ormas ini "membuldozer kesenian rakyat". Kritik ini menggugah elite Muhammadiyah, termasuk dari kalangan Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT).

---

CARA pandang yang agak menjauh dari seni itu mengakibatkan kreativitas berkesenian bisa terhambat. Padahal, situasi kekinian makin mementingkan sentuhan seni. Prof Dr Syamsul Anwar, ketua MTT DPP Muhammadiyah, menyebut di zaman sekarang kontribusi industri kreatif sangat besar. Di Inggris bisa mencapai 13 persen dari GNP.

Situasi kering seni ini bisa dilihat dalam realita tayangan televisi. "Ada 10 televisi yang tayangannya 24 jam sehari, berarti 240 jam sehari atau 1.680 jam seminggu. Coba lihat ada berapa tayangan seperti karya Deddy Mizwar. Tidak banyak," tambah Prof Dr Hamim Ilyas, pakar MTT DPP Muhammadiyah.

Melihat kenyataan itu, Muhammadiyah mengkaji secara mendalam makna seni dalam hidup manusia. Memang, banyak doktrin fikih yang ditafsirkan "melarang" aneka kesenian. Fikih memang memandang manusia semata sebagai makhluk tata aturan. Padahal, manusia lebih luas daripada itu. Setelah dikaji lebih mendalam, disimpulkan bahwa kesenian itu kodrat manusia untuk menghaluskan jiwa.

Kini lembaga pendidikan Muhammadiyah sangat mengembangkan aneka seni. Seni tidak lagi dianggap barang yang meragukan. Bahkan, seni bisa jadi sarana dakwah. "Karena pandangannya dari sudut agama, ekspresi visual dan tekstual seni harus tetap dalam koridor agama," kata Prof Syamsul Anwar.

Tentu, tidak boleh ada aspek eksploitatif dalam seni itu, juga di bidang lain. Prinsip dasar menolak eksploitasi tersebut juga diterapkan dalam kajian fikih perempuan. Kaum perempuan bebas mengembangkan diri. "Prinsipnya keadilan. Sebab, eksploitasi melawan keadilan," kata Ali Mufrodi dari MTT PWM Jatim.

Semua disinari dengan prinsip agama, bukan liberalisme. Dr M. Saad Ibrahim, dari MTT PWM Jatim, mencontohkan banyak yang mengontroversikan warisan bagi perempuan yang separo bagian laki-laki. Alasannya, kesetaraan hak. "Tetapi, mereka tidak pernah mempersoalkan doktrin agama yang mewajibkan laki-laki memberikan nafkah," katanya dalam diskusi yang dimoderatori Ketua Dewan Redaksi Jawa Pos Mohammad Elman itu. Demikian juga kewajiban lelaki memberikan mahar dalam perkawinan, tidak pernah dikritik.

Sikap tidak eksploitatif itu diperluas pula ke kalangan masyarakat, termasuk kalangan nonmuslim. Dengan mereka, kaum muslim juga terikat ukhuwah sesama manusia. Untuk itu, dalam pergaulan sehari-hari, tidak boleh ada sifat eksploitatif. Termasuk dalam mensyiarkan agama.

"Pengeras suara di masjid tidak boleh mengganggu hak nonmuslim," tandas Prof Syamsul Anwar. Implementasinya, harus ada sikap menahan diri dari sikap berlebihan. Apalagi yang dianjurkan untuk dikeraskan hanya azan dan iqamat. Mengaji Alquran pun harus dengan suara lembut.

Masih banyak lagi persoalan yang akan dikaji dalam munas tarjih sampai lusa nanti di Universitas Muhammadiyah Malang. Semoga forum ini menebarkan salam, rahmat, dan berkah ke sekeliling, seperti salam saat mengakhiri salat. (sep/c1/roy)

Sumber:
Jawa Pos Online
www dot jawapos dot com /halaman/index.php?act=detail&nid=126127
This entry was posted on Friday, April 02, 2010 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

1 komentar:

On June 28, 2010 at 8:17 PM , Anonymous said...

semoga muktamar tahun ini sukses